Wikipedia

Hasil penelusuran

Sabtu, 24 November 2018

Ambang Kritis Hasil pemeriksaan Laboratorium sederhana

Assalamualaikum ..  
Kali ni saya akan membagikan sedikit patokan nilai penyakit yang banyak diidap oleh berbagai kalangan.. 
Ini hasil ketikan saya sendiri sewaktu berrugas d Puskesmas dan saya rangkum dari berbagai macam sumber


PENJELASAN: 
KIMIA KLINIK 
Glukosa darah
Dampak glukosa yang terlalu tinggi di atas ambang kritis dapat mengakibatkan Hyper Osmolar Non Ketotyc (HONK) yaitu komplikasi akut diabtes mellitus tanpa ketoasidosis. Peningkatan glukosa akan meningkatkan hormon gluikagon sehingga terjadi diuresis osmotic yang menyebabkan cairan dan elektrolit tubuh berkurang. Karena glukosa akan menarik air keluar dari sel tubuh kemudian dibuang melalui urin.   Keadaan ini menimbulkan pasien dehidrasi. Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien diabetes dengan pengendalian gula darah yang ketat.
Asam urat 
Asam urat tinggi yang melebihi nilai ambang kritis dianggap sebagai pertanda dari gangguan fungsi ginjal dari sebagian faktor resiko progresivitas penyakit ginjal. 
Cholestrol 
Cholestrol yang melebihi nilai ambang kritis akan cenderung membuat endapan/kristal/lempengan yang akan mempersempit atau menyumbat pembuluh darah

HEMATOLOGY 
Hemoglobin 
Hb <5 adalah="" dan="" dapat="" dl="" g="" gagal="" jantung="" kematian.="" kondisi="" memicu="" nilai="" yang="">20g/dL memicu kapiler clogging sebagai akibat  hemokonsenstrasi
Hematokrit 
Nilai Hct <20 dan="" dapat="" gagal="" hct="" jantung="" kematian="" menyebabkan="">60% terkait dengan pembekuan darah spontan
Leukosit 
Nilai leukosit yang sangat tinggi (di atas 30.000/mm3) dapat disebabkan oleh kelainan dari produksi sel sel darah (sumsum tulang) atau biasa yang disebeut leukimia. 
Trombosit 
Jumlah trombosit di bawah 20.000 dapat menyebabkan perdarahan spontan dalam jangka waktu yang lama, peningkatan waktu perdarahan, petekia/ekimosis. peningkatan jumlah platelet yang ekstrim (>1000 x 103/mm3) akibat gangguan myeloproliferatif, belum diketahui dampak dari tingginya nilai trombosit, lakukan penilaian penyebab abnormalnya fungsi platelet.

Untuk nilai ambang kritis hematologi adalah sebagai berikut 

Catatan: 
Hemoglobin 
Nilai ambang kritis rendah dari hemoglobin yang telah ditetapkan di atas tidak berlaku pada pasien ibu hamil. Pada pasien ibu hamil yang mengalami hemoglobin rendah <9 dan="" dapat="" darah="" janin="" karna="" kesehatan="" keseluruh="" menganggu="" nbsp="" oksigen="" p="" peredaran="" perkembangan="" terganggu.="" tubuh="">
Leukosit 
Peningkatan leukosit tidak hanya mematok pada ambang kritis yang telah ditetapkan. Ada pula peningkatan leukosit yang juga harus di waspadai yaitu >12.000 - 20.000. Peningkatan leukosit merupakan indikasi yang terjadi ketika tubuh melawan infeksi, dimana leukosit secara otomatis akan melakukan fagosit pada orgasme yang menyebabkan infeksi. Apabila jumlah orgasme yang menyerang terlalu banyak maka leukosit juga akan memaksimalkan fagositasnya dengan meningkatkan pertahanan tubuh melalui peningkatan jumlah leukosit. 
Trombosit 
Nilai ambang kritis rendah dari trombosit tidak berlaku pada kasus demam berdarah yang nilai terendahnya <100 .000="" akan="" atau="" berdarah="" cairan="" dan="" demam="" dengan="" di="" disertai="" ditangani="" hematokrit="" hemoglobin="" hemokonsentrasi="" jika="" karna="" kasus="" l.="" mengalami="" nbsp="" nilai="" p="" pada="" peningkatan="" penumpukan="" perdarahan="" perembesan="" plasma="" rentan="" rongga="" suhu="" tepat.="" terjadi="" tersebut="" tidak="" tinggi="" tubuh="" untuk="" yang="">


REFERENSI :
Diana, Margaret. 2007. Korelasi Antara Trombosit dengan Hemokonsentrasi Sebagai Faktor Predisposisi Terjadinya Syok pada Pasien DBD Dewasa di RSUP dr.Kariadi Semarang. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang

Fatma, dr. C. Wijaya, Sp.PK. 2010. Pemeriksaan hematologi (Darah Perifer Lengkap/DPL). Bagian Patologi Klinik FK-UR/RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru 

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Interprestasi Data Klinik. Jakarta 

Kiswari, Rusman. 2014. Hematologi dan Transfusi. Penerbit Erlangga, Jakarta

Kosasih E.N, Kosasih A.S. 2014. Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik. Peneribit Karisma, Jakarta

Soeharto. 2004. National Cholesterol Education Program (NCEP) pada Adult Treatment Panel III (ATP-III). Universitas Sumatra Utara

Syukri, Maimun. 2007. Asam Urat dan Hiperuresemia. Majalah Kedokteran Nusantara, Universitas Sumatra Utara 

Giyanto, Candra Cahyaningtyas. 2015. Hubungan Preeklampsia terhadap Profil Hematologi. Undip.ac.id  




Sabtu, 17 November 2018

Renal Function Test (RFT)

Assalamualaikum warahmatullah wabarokatuh
Alhamdulillah kembali lagi di blog LaBelku (LatarBelakang)
Kali ini aku akan bahas tentang macam macam pemeriksaan fungsi ginjal beserta notenya
Bismillah bermanfaat dan menambah ilmu 😇🙏

#Creatinin
Tujuan : Menentukan kadar creatinin dalam serum atau plasma  manusia secara kuantitatif
Metode : Metode JAFFE
Prinsip  : Kinetik Colorimetric Assay
Sampel dan penambahan R1 (Sodium Hidroksida)
Penambahan R2 (asam pikrat) dan pemulaan dan reaksi :
 Creatinin + Asam Picric Creatinin-picric acid kompleks
Pada suasana alkali, creatinin membentuk kompleks kuning– orange dengan pikrat. Intensitas warna secara langsung sebanding dengan konsentrasi creatinin dan dapat di baca dengan photometer.

Penggunaan assay berdasarkan pencampuran blanko minimal oleh bilirubin.

Sampel serum dan plasma berisi protein dimana bereaksi tidak spesifik dalam metode jaffe ketepatan hasil serum dan plasma 26 µmol/L (0,3mg/dl) akan memperoleh harga akurat. Ketepatan ini disebabkan oleh ukuran kesalahan ≤ 1 % dalam spesimen urin karena tidak berisi protein non-spesifik.

Reagen : creatinin kinase liquid, working solution :
R1 = Sodium Hidroxidase = 20 mmol/L (0,02 mol/L)
R2 = Picric Acid = 25 mmol/L
Spesimen : Serum atau plasma
Normal : < 1.2 mg / dL

#BUN (Blood Urea Nitrogen)
Tujuan : Menentukan kadar Ureum (BUN) dalam serum atau plasma manusia secara kuantitatif.
Metode : Urease
Prinsip :Urea merupakan hidrolisis dalam air dan urease sehingga menghasilkan amoniak dan CO2 ammonia dari reaksi ini bergabung dengan 2-oxoglutarate dan NADH dalam glutamate-dehidrogenase (GLDH) menghasilkan glutamate dan NAD+. Test GLDH ini merupakan batas penilaian enzyme yang terbaik penurunan absorban sebanding dengan konsentrasi urea dengan pemberian interval waktu. Seperti test kinetic yang sangat cepat dan dapat ditunjukkan dengan pemakaian analyzer.
Reaksi : Urea 2H2O                    2NH4+ + CO3 2 oxoglutarate +
NH4+ + NADH                           L – glutamate + H2O +NAD+

Reagen : Reagent 1 (R1) 2-keto-isohexanoic acid 3.0 mmol/L, β-NADH 0.3 mmol/L, and LED 1.5 kU/L in 100 mmol/L Bicine buffer (pH 8.75).
Reagent 2 (R2) urease70 kU/L, in R1.

Misalnya : 40 ml enzim + 10 ml substrat
             Spesimen : serum atau plasma
             Normal     : 10-20 mg/dl

 Catatan     :
Urea merupakan hasil akhir peruraian α-amino dalam tubuh yang dikeluarkan melalui urin
Urea dapat meningkat pada :
Makanan yang banyak mengandung proton
Kelainan absorbsi urea (kerusakan ginjal)
Post renal (kerusakan saluran kencing)
Adanya infeksi tiroid

#Uric Acid atau Asam Urat
Tujuan : Menentukan kadar uric acid dalam serum atau plasma secara   
kuantitatif invitro
Metode : UA Plus
Prinsip : Test enzymatic colorimetric
Sampel dan penambahan dari R1 (buffer/enzyme/TOOS)
Penambahan dari R2 (Buffer/enzyme/4-aminophenazon) dan permulaan dari reaksi :
Uric Acid + 2 HO + O Allantoin + CO + HO
Uricase memecah uric acid membentuk allantoin dan  HO
2HO+ H++TOOS+4- Aminophonozone        quinine-diimine

Spesimen : Serum atau Plasma

Reagen :
R1: phosphate buffer 0.05mol/l; pH 7.8; TOOS7mmol/l; Fatty alcohol polyglycol ether 4.8%; ascorbate oxidase ≥ 83.3 µkat/l
R2: phosphate buffer 0.1mol/l ; pH 7.8; potassium hexacyanoferrate (II) 0.30mmol/l; 4-aminophenazone ≥3mmol/l; uricase ≥8.33µkat/l; peroxidase ≥16.67µkat/l
Normal : 3.4 – 5.7 g/dl

Catatan :
Asam urat berasal dari :
Hasil akhir metabolisme purin dan beredar dalam plasma sebagai Na. urat.
Peruraian asam nukleat oleh sel-sel jaringan yang rusak.
Asam urat meningkat pada :
Primer : Penyakit gout (arthritis urica)
Sekunder :
Leukimia karena radiasi
Gangguan fungsi ginjal
Toximia gravidarum
Pengobatan kanker dengan sitotostik
Asam urat banyak terdapat pada :
 Jerohan
 Daging kalengan
 Udang
 Kepiting
 Cumi-cumi
 Ikan sarden dan daging

#tobecontinued

Phlebotomy (Pengambilan sampel Darah) BAB TINDAKAN

Assalamualaikum warahmatullah wabarokatuh
Kali ini aku akan mengisi ilmu tentang latar belakangku yaitu sebagai analis kesehatan dimana salah satu aktivitas yang awal kami lakukan adalah tentang pengambilan sampel sebelum melakukan analisa salah satunya pengambilan sampel darah.
Hal ini sangat umum tapi masih banyak resiko dan kegagalan dalam mendapatkannya.
Bismillah tulisan ini bermanfaat, dapat memperbaiki kesalahan yang pernah dilakukan dan meningkatkan kualitas phlebotomi kalian Laboratoriumer 😇🙏

#Persiapan Pasien
1.Konfirmasi identitas pasien pada form permintaan sebelum pengambilan dengan menanyakan nama, tanggal lahir dan alamat. Meneliti jenis pemeriksaan.
2.Verifikasi persiapan pasien bila ada, seperti puasa, minum obat dll.
Menyiapkan jenis tabung pemeriksaan sesuai dengan pemeriksaan yang diminta, tourniquet, kapas alkohol, spuit/vacutainer dan plester.
3.Meminta pasien untuk menyetujui untuk diambil darahnya dengan menandatangani informed consent.
Pengambilan Sampel (darah, urin, dahak, dll)
Pengambilan spesimen darah
4.Terdapat dua cara pengambilan sampel darah, yaitu :
a. Mikro Sampling (pengambilan darah kapiler)
b.Makro Sampling (pengambilan darah vena)
Prinsip pemeriksaan
Pada pemeriksaan hematologi dan pemeriksaan lain yang menggunakan darah sebagai bahan pemeriksaan, maka pengambilan darah penderita merupakan awal pemeriksaan yang harus dikerjakan dengan benar, karena akan sangat menentukan hasil pemeriksaan nantinya. Adapun  lokasi yang dapat dilakukan proses pengambilan darah adalah di tempat sebagai berikut :
Pada bayi : tumit dan pembuluh darah vena
Pada anak : pembuluh darah kapiler (ujung jari tengah dan jari manis), pembuluh darah vena
Pada dewasa : pembuluh darah kapiler (ujung jari tengah dan jari manis), cuping telinga, pembuluh darah vena dan arteri.
Persiapan reagen
Mengisi botol vial ataupun tabung reaksi dengan serbuk antikoagulan Na2EDTA atau dengan µl larutan anti koagulan Na2EDTA
Mengisi tabung reaksi dengan 100 µl larutan anti koagulan Na citrat 3,8 % untuk 0,9 ml darah
Alkohol 70 %
Spesimen dan alat
Spesimen       :
Whole Blood
Darah kapiler
Alat               :
Lanset
Spuit
Tourniquet
Kapas alkohol 70 %
Kapas kering
Plester
Botol vial
Tabung reaksi
Rak tabung reaksi
Prosedur kerja  :
1. Pengambilan darah kapiler
Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan ditempat yang mudah di jangkau
Melihat blanko pemeriksaan dan mencocokan identitas pasien
Menciptakan suasana tenang dan menyenangkan, sehingga pasien dapat lebih tenang dan santai
Memegang daerah yang akan ditusuk hingga nampak menegang dan memerah
Melakukan desinfeksi pada sekitar lokasi yang akan dilakukan penusukan menggunakan kapas alkohol 70 % dan menunggu hingga kering
Menusuk secara langsung menggunakan lanset steril dengan posisi memotong sidik jari
Menghapus darah yang keluar pertama menggunakan kapas kering
Darah yang keluar selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan pemeriksaan
2. Pengambilan darah vena
Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan ditempat yang mudah di jangkau
Melihat blanko pemeriksaan dan mencocokan identitas pasien.
Menciptakan suasana tenang dan menyenangkan, sehingga pasien dapat lebih tenang dan santai.
Memberi identitas berupa nomor spesimen pada tabung penampung sampel, baik itu botol vial ataupun tabung reaksi.
Melakukan pembendungan darah dengan cara memasang tourniquet pada bagian lengan atas dengan jarak 10cm dari daerah vena yang akan dilakukan penusukan sambil meminta pasien untuk menggenggam kuat.
Melakukan perabaan untuk mencari letak vena secara lebih jelas.
Melakukan desinfeksi pada sekitar lokasi yang akan dilakukan penusukan dengan kapas alkohol 70% dengan arah memutar dari dalam keluar.
Melakukan penusukan tepat pada pembuluh vena dengan lubang jarum menghadap ke atas dengan sudut 30º.
Jika darah sudah mulai terlihat memasuki spuit, meminta pasien membuka genggaman dan melanjutkan menghisap darah hingga volume yang dibutuhkan.
 Setelah darah pada spuit mencukupi, melepaskan tourniquet dan menutup bekas tusukan dengan kapas kering lalu menarik jarum dengan perlahan secara langsung.
Memberikan sedikit tekanan pada bekas tusukan, merekatkan kapas dengan plester.

Kesalahan yang sering terjadi
Penusukan yang kurang dalam atau kurang tepat menyebabkan darah yang keluar tidak lancar
Volume darah yang diperoleh hanya sedikit akibat pengambilan darah yang kurang lancar, sehingga serum yang terbentuk setelah pemutaran dengan sentrifus menjadi kurang sempurna
Kurang sempurna dalam menghomogenkan darah dengan anti koagulan dapat menyebabkan adanya bekuan, yang dapat merusak alat
Pemijatan yang berlebihan saat mikro sampling menyebabkan cairan jaringan ikut keluar, sehingga hasil pemeriksaan kurang akurat

Catatan
Saat memasukkan darah pada botol penampung hendaknya melewati dinding tabung sehingga darah tidak lisis
Untuk pemeriksaan darah lengkap atau HbA1C dibutuhkan 2 ml darah dengan anti koagulan Na2EDTA pada botol vial
Untuk pemeriksaan kimia kilinik lengkap mencakup semua parameter, dibutuhkan 3 ml darah tanpa anti koagulan
Untuk pemeriksaan Faal Homeostasis (FH), dibutuhkan 0,9 ml darah dengan anti koagulan Na citrate 3,8 % sebanyak 100 µl dalam tabung reaksi.

#tobecontinued

Jumat, 28 September 2018

SELAYAKNYA CINTA

Bukan jatuh cinta yang aku rasakan saat itu..

Tapi kehadiranmu adl
Kedatangan cinta yang harus aku terima
Aku jaga
Dan aku tumbuhkan disetiap perjalanan waktu..

Aku sematkan dalam jiwa raga selama jantungku berdetak..
Dan mengharap padaNya cinta kita PadaNya yg menyatukan kita tak luntur
Agar Ia kabulkan kita ntuk berSama kembali kelak

Di kekekalanNya yaitu Jannah 😇😇

Ku menCintamu
Selayaknya kaum beriman yg meRindukan SyurgaNya
Tapi ku hanya menCinta sekedarnya
Karna ku Lebih menCintai Ia (#Rabb)
Yang telah meNyatukan kitaa

Ku meNgagumimu
Selayaknya muslimin yAng menDambakan Muhammad saw
Tapi ku hanya pantas meNgAgungkan
Rabb semesta Alam
Yang telah menyatukan kitaa

Ku meMilikimu
Selayaknya hal yang ingin dipertaruhkan!!
Tapi ku hanya menGenggammu saja
Karna Dunia ini fana
dan Jannah adalah keAbadian Cinta yg sesungguhnyaa

Aku bukanlah wanita yang layak menghuni syurga
Aku hanyalah wanita biasa yang selalu merindukan syurgaNya
Dampingi aku dalam kelemahanku
Genggam aku dalam keterpurukanku
Karna kamu (suamiku) adl penuntunku
untuk bersatu di SyurgaNya atas RidloNya

#terUntukmukeKasiHalalku 💖💖
#SholyhAndyka2233

Selasa, 21 Maret 2017

HYMENOLEPIS NANA PADA FELIS SILVESTRIS CATUS ATAU FELIS CATUS LIAR

INFEKSI HYMENOLEPIS NANA PADA FELIS SILVESTRIS CATUS ATAU FELIS CATUS LIAR SECARA LANGSUNG DENGAN PENGECATAN EOSIN 2%

INFECTION HYMENOLEPIS NANA IN  FELIS SILVESTRIS CATUS OR FELIS CATUS DIRECTLY WITH EOSIN 2% STAINING

Mar’atus Sholihah, Amd. AK
Laboratorium Klinik Pratama Harapan Ibu Jl. Raya Kabuh-Tapen No. 04, Jombang, Jawa Timur, telp. 087752558185

ABSTRAK
            Infeksi gastrointestinal dapat disebabkan oleh golongan parasit seperti Hymenolepis nana dari golongan cestoda. Tidak hanya manusia tapi hewan juga dapat terinfeksi, misalnya felis catus atau kucing. Banyak infeksi parasit yang dapat menyerang felis catus diantaranya golongan cestoda seperti Echinococcus Multilocularis, Diphyllidium caninum dan Diphyllobothrium mansoni. Hymenolepis nana bukan termasuk yang menginfeksi felis catus karna hospes Hymenolepis nana adalah tikus dan manusia dan tidak menutup kemungkinan untuk menyerang kucing. Infeksi cacing ini terjadi tanpa memerlukan hospes perantara. Hospes  yang terinfeksi akan mengeluarkan proglotid bersama tinja atau keluar secara spontan lewat anus yang menyebabkan gatal sehingga felis catus lebih sering menggaruk bagian anusnya. Cara penularan telur parasit dari hospes yaitu menetas dan mengkontaminasi lingkungan termasuk felis catus liar yang berbaur dengan alam tanpa halangan. Infeksi dari cacing ini tidak menimbulkan gejala pada hospesnya kecuali jumlah yang terlalu banyak dan menempel di dinding usus halus akan menyebabkan iritasi dan felis catus akan mengalami muntah. Dengan memeriksa proglotid yang keluar bersama telur-telurnya dibawah mikroskop akan menegakkan identifikasi parasit yang menginfeksi felis catus liar tersebut.
Kata kunci: Felis catus, Hymenolepis nana.

ABSTRACT
            Gastrointestinal infections can be caused by parasites such as Hymenolepis nana  from the class of Cestoda. Not only humans but animals can also be infected, for example felis catus or cat. Many parasitic infections that can attack felis catus such as class Cestoda Echinococcus Multilocularis, Diphyllidium caninum and Diphyllobothrium mansoni. Hymenolepis nana is not included infecting the host felis catus because  host of Hymenolepis nana is mice and humans and it is possible to attack a cat. This worm infections occur without requiring an intermediate host. Infected host would issue a joint proglotid with  faeces or pull out spontaneously through the rectum which causes itching so felis catus more often scratching the rectum. Modes of transmission of the parasite from the host is egg hatched and contaminate the environment, including wild felis catus mingle with nature without a hitch. Infections of this worm causes no symptoms in the host unless the amount is too much and on the walls of the small intestine will cause irritation and felis catus experience vomiting. with examining the proglotid put out  together with the eggs under a microscope will enforce the identification of parasites that infect wild felis catus.
Keywords: Felis catus, Hymenolepis nana.



Pendahuluan
Terdapat felis catus liar berjenis kelamin jantan (A) dan betina (B) yang berada di lingkungan klinik harapan ibu. Pada jum’at pagi tanggal 26 Agustus 2016 pukul 09:54 felis catus liar A (berwarna orange) masuk mengunjungi ruang laboratorium. felis catus liar tersebut hanya berkeliling mengelilingi lab sambil meraung. Tidak menunjukkan hal-hal yang aneh dan mencurigakan kemudian secara tidak sengaja ketika ekornya disibakkan ke atas spontan dari anusnya keluar proglotid cacing. Sedangkan pada felis catus liar B (berwarna hitam) masuk ke ruang laboratorium juga tanpa menunjukkan gejala apapun akan tetapi secara tidak sengaja dari anus felis catus B spontan mengeluarkan proglotid cacing juga yang terjatuh ke lantai. Proglotid-proglotid yang keluar tersebut diteliti secara langsung di bawah mikroskop oleh staf laboratorium.

METODE
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Klinik Pratama Harapan Ibu pada bulan September 2016. Sampel yang diteliti adalah jenis felis catus liar yang mengeluarkan proglotid dari anusnya. Kemudian proglotid diperiksa dengan menggunakan larutan eosin 2% dengan tujuan untuk memberikan warna pada telur parasit. Alat yang digunakan mikropipet 50µ, lidi, obyek glass, cover glass, pinset dan mikroskop. Prosedur kerjanya adalah proglotid yang keluar dipindahkan dengan pinset ke atas obyek glass kemudian ditetesi dengan eosin 2% secukupnya lalu ditutup dengan cover glass untuk selanjutnya diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 40x.



Hasil Pemeriksaan
a.      Makroskopis
proglotid hymenolepis nana

proglotid Hymenolepis nana di atas Obyek glass setelah diwarnai Eosin

b. Mikroskopis

proglotid hymenolepis nana di bawah mikroskop 
dengan lensa obytektif perbesaran 40x

telur hymenolepis nana di bawah mikroskop 
dengan lensa obytektif perbesaran 40x

telur hymenolepis nana di bawah mikroskop 
dengan lensa obytektif perbesaran 40x
    

Pembahasan
Infeksi golongan cestoda dari Hymenolepis menyebabkan himenolepiasis. Spesies parasit ini ditemukan pertama kali di usus halus seorang anak kecil asli kairo oleh Bilharz pada tahun 1851. Hospesnya manusia dan tikus. Siklus hidup Hymenolepis  penyebarannya melalui telur yang masuk ke mulut tidak menutup kemungkinan juga dapat menyerang felis catus yang umumnya sangat akrab dengan tikus. Di Indonesia spesies ini ditemukan di daerah dengan iklim panas. (Sutanto dkk, 2013. Hal. 91)
Panjangnya 25-40 mm dan lebarnya 1 mm. ukuran strobila biasanya berbanding terbalik dengan jumlah cacing yang ada dalam hospes. Skoleks berbentuk bulat kecil, memiliki 4 buah batil isap, rostellum yang pendek dan berkait-kait. Telur keluar dari proglotid distal yang hancur. Telur berbentuk lonjong, berukuran 30-47µ, mempunyai lapisan yang jernih dan lapisan dalam yang mengelilingi onkosfer. Dalam onkosfer terlihat jelas memiliki 3 pasang kait yang berbentuk lanset. (Sutanto dkk, 2013. Hal.91)
Cacing dewasa hymenolepis nana berukuran 2,5cm, skoleks kecil, strobilanya terdiri dari ±2000 proglotid dan ke posterior semakin lebar. Skoleksnya memiliki 4 batil isap dan rostelum kecil yang berkait-kait. Proglotid gravid membentuk trapezium dan mengandung 80-180 butir telur. Telur Hymenolepis nana berukuran ±47x37µ, berbentuk bulat atau bujur, memiliki dinding vagian luar dan dinding bagian dalam yang terdiri atas dua kutub yang masing-masing terdiri dari 4-8 filamen halus, berembrio heksakan. (Prianto dkk, 2015, hal. 78)
Habitat Hymenolepis nana pada 2/3 atas ileum dengan  scolex terbenam didalam mukosa usus. Bagian leher Hymenolepis nana panjang dan kurus. Proglottid matang lebarnya ±4x panjang porus genitalis unilateralBerbentuk oval atau bulat dengan ukuran 47 x 37 mm, memiliki 2 membran yang melindungi embrio heksakan didalamnya. (Pedoman Praktikum Parasitologi, 2014, hal. 25)
Menurut Aronital (2014, hal. 03) ukuran cacing Hymenolepis nana memiliki panjang 15-40 mm dengan ketebalan sebesar 1mm, ukuran telurnya 30-47µm. setiap proglotid dewasa Hymenolepis nana tersusun atas dua alat kelamin yaitu jantan dan betina yang lengkap, sehingga cacing kelas cestoda ini tergolong sebagai cacing yang hermafrodit.
Cacing ini tidak perlu hospes perantara untuk menginfeksi inangnya. Yang perlu deperhatikan dari infeksi Hymenolepis nana pada felis catus A dan B adalah kontak langsung dengan tikus melalui tangan ke mulut setelah memangsa tikus yang terinfeksi atau terkena kotoran yang dikeluarkan oleh hospes tikus sehingga ketika felis catus A dan B membersihkan bagian-bagian tubuh  terutama bagian kaki dengan mulutnya dan atau langsung dari mulut ke anusnya sehingga pada saat itulah terjadi auto infeksi. Telur yang keluar dari hospes apabila secara tidak sengaja tertelan kembali, maka telur akan menetas di usus halus menjadi larva yang akan masuk ke selaput lendir usus halus menjadi larva sistiserkoid, kemudian larva keluar ke rongga usus dan menjadi dewasa kurang lebih dalam waktu 2 minggu.
Parasit golongan cestoda memiliki bentuk tubuh panjang dan pipih menyerupai pita. Oleh karena itu cacing golongan ini disebut juga cacing pita. Morfologi cacing pita terdiri dari skolek, leher dan strobila. Strobila dari tubuh cacing pita adalah bagian badan yang terdiri dari segmen-segmen yang disebut proglotid. (Parasitologi kedokteran, 2013, hal. 224)
Proglotid tersebut ketika sudah masak akan melepaskan diri dari strobila satu persatu atau secara berkelompok. Proglotid tersebut akan bergerak sampai beberapa inci setiap jamnya sampai mendekati anus atau dikeluarkan bersama tinja dari felis catus. Proglotid juga biasanya melekat pada bulu disekitar anal bahkan terjatuh di tempat kucing itu duduk atau tidur. (Yuniarti dan Lukiswanto, 2013) dan setiap proglotid yang keluar akan membawa 80-180 butir telur bersamanya. 
Pada felis catus A dan B yang tidak sama sekali menunjukkan gejala tetapi sampai terbitnya jurnal ini keduanya tetap masih mengeluarkan proglotid-proglotid tersebut. Karna proglotid yang keluar melalui anusnya akan menyebabkan gatal dan tentunya felis catus akan menggaruk bagian tempat keluar atau jatuhnya proglotid bersama telur-telurnya tadi sehingga telur tertelan kembali oleh hospes dan siklus hidupnya akan berulang kembali.
Di Indonesia kasus hymenolepiasis masih mendapatkan perhatian yang sedikit karena jumlah kasus yang   jarang ditemukan. Tapi dengan adanya catatan ini hendaknya mulai di waspadai untuk penularan selanjutnya. Terutama anak–anak dibawah 15 tahun yang rentan kontak dengan tanah, setelah dari tempat buang air atau langsung dari anus ke mulut, kurangnya kesadaran untuk membiasakan cuci tangan dengan sabun dan kebersihan kuku yang kurang diperhatikan. Merupakan sarana mudah tak terlihat dari telur mengingat siklus hidupnya yang langsung menularkan dari tangan ke mulut.
Pengobatan untuk kasus hymenolepiasis baik pada hewan atau pada manusia telah ditetapkan oleh Kepmenkes No.424/2006 hanya dengan prazikuantel atau niklosamid. Prazikuantel adalah obat cacing yang berspektrum luas terhadap trematoda dan cestoda baik untuk manusia maupun hewan. Khasiat kesembuhannya mencapai 96%. Di Zimbabwe dengan pemberian dosis tunggal 15mg/kg berat badan efektif mengobati 84% anak-anak yang terinfeksi. (Anorital, 2014. Hal. 43)
Pada kasus yang dilakukan oleh Yuniarti dan Lukiswanto (2013, hal. 54) pada felis catus Ocha yang terinfeksi cestoda telah diberikan terapi drontal tablet yang terdiri dari 2 jenis obat yaitu praziquantel dan pyrantel. Praziquantel bekerja dengan cara meningkatkan aktivitas otot pada cacing dengan kadar efektif terendah untuk menghilangkan ion Ca intrasel sehingga cacing terlepas dari dinding usus. Pada dosis yang tinggi cacing akan bervakuolisasi dan vesikulasi sehingga cacing keluar dan dapat menyebabkan kematian pada cacing. Pyrantel merupakan garam tak larut dan tidak dapat diserap secara baik oleh saluran pencernaan sehingga akan menyebabkan hambatan depolarisasi neuromuscular dan menyebabkan paralisa spastik pada cacing.
Kesimpulan
Infeksi Hymenolepis nana yang hospes hewannya adalah tikus kini telah menyerang felis catus. Diagnosa tersebut dapat ditegakkan dengan sebenar-benarnya jika dapat mengidentifikasi secara benar dengan ditemukannya telur yang keluar bersama proglotid dari hospes.
Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi keberadaan telur dalam proglotid sangat membantu penegakan diagnosis. Bahwa dua ekor felis catus liar A dan B kemungkinan besar menderita infeksi Hymenolepis nana.
Daftar pustaka
Anorital. 2014. Kajian penyakit Hymenolepis nana. Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Balitbangkes. Jakarta
Prianto, Tjahaya dan Darwanto. 2015. Atlas Parasitologi Kedokteran. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Sutanto, Ismid, Sjarifuddin dan Sungkar. 2013. Parasitologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
Yuniarti dan Lukiswanto. 2013. Infeksi Dipyllidium caninum Pada Kucing. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya

DIKTAT. 2014. Pedoman Praktikum Parasitologi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Negri Jendral Soedirman. Purwokerto.  

CEK POSTINGAN TERBARU

REVIEW PENGOBATAN KUTU DAN SAKIT TELINGA KUCING

Assalamualaikum warohmatullah wabarokatuh  Hi reader.. Bagaimana kabarnya? Sehat wal afiat selalu dalam lindungan allah swt Salam seja...